BENGKALIS - Rehabilitasi mangrove oleh pemerintah melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Badan Restorasi Gambut (BRGM), BPDAS-HL Indragiri Rokan dan Kesatuan Penyelamatan Hutan (KPH) Bengkalis Pulau pada tahun 2020-2021 dinilai sejumlah kalangan belum efektif dan salah sasaran.
Demikian diungkapkan Ketua Kelompok Study Lingkungan dan Masyarakat (Keslimasy) Kabupaten Bengkalis, Muhammad Iskandar, Kamis (3/2/22) siang.
Baca juga:
Satpol PP Padang Amankan 5 Pemandu Karaoke
|
“Keslimasy menemukan, rehabilitasi mangrove dilaksanakan secara ugal-ugalan sehingga hasil dari rehabilitasi mangrove belum berhasil. Hanya sekitar 30% yang dapat hidup, bahkan mangrove yang ditanam pada pantai sebelah Utara Pulau Bengkalis nyaris mati seluruhnya, ” ungkap Iskandar.
Menurut Iskandar, Bengkalis merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di Provinsi Riau sebelah timur Pulau Sumatera dengan luas 7, 793, 93 KM2, memiliki 14 pulau kecil dan dua pulau besar di perbatasan Perairan Selat Melaka yang memiliki nilai keanekaragaman hayati yang tinggi.
Untuk rehabilitasi mangrove di Bengkalis telah digelontorkan anggaran lebih dari Rp25 miliar. Kegiatan untuk pembelian bibit mangrove anggaran yang di keluarkan lebih kurang Rp17 miliar, belanja ajir Rp2, 3 miliar rupiah dan total Hari Orang Kerja (HOK) sebesar Rp6, 2 miliar. Anggaran tersebut belum termasuk sewa perahu dan pembuatan papan plang kegiatan.
Dari data BPDAS-HL Indragiri Rokan, Keslimasy mencatat rehabilitasi mangrove di Kabupaten Bengkalis pada tahun 2020 - 2021 mencapai seluas 1.369 hektare di lima kecamatan yaitu Bengkalis, Bantan, Rupat, Rupat Utara dan Bukit Batu.
Jumlah bibit mangrove yang ditanam dan ajir sebanyak 7.729.800 batang dengan pelibatan kelompok masyarakat sebanyak 40 kelompok (1.781 orang) dengan total HOK lebih kurang 65.631.
“Kucuran anggaran begitu besar mestinya ini mampu mengurangi angka abrasi Pulau Bengkalis mendorong prekonomian masyarakat secara berkelanjutan, ” tegas Iskandar.
Dari data analisis citra satelit resolusi spot enam dan observasi lapangan yang dilakukan Keslimasy tercatat laju abrasi di Kabupaten Bengkalis pada tahun 2011 - 2020 pada empat Kecamatan yaitu Kecamatan Bantan, Bandar Laksamana, Rupat dan Rupat Utara mencapai 30.95 meter per tahun.
Pada tahun 2020 BAPEDAS-HL Indragiri Rokan mencatat sebaran habitat mangrove di Kabupaten Bengkalis mencapai 26.757, 2 dengan kriteria mangrove lebat 24.884, 8, mangrove sedang 598, 2 dan mangrove jarang 1.274, 2. Percepatan Rehabilitasi Mangrove (PRM) 2021 Keslimasy menemukan kelompok masyarakat menjadikan batang anakan mangrove vegetasi bakau (rizhophora apiculata) sebagai ajir.
Praktik pendampingan yang dinilai kurang efektif pada pelaksanaan PRM tahun 2021 karena minim pembekalan kepada kelompok masyarakat sehingga pengetahuan masyarakat tentang mangrove masih rendah, ini perlu dilakukan peningkatan kapasitas kelompok masyarakat baik tentang pengelolaan dan perlindungan maupun administrasi kelompok.
Keslimasy mendorong komitmen program BRGM dalam upaya pengelolaan dan perlindungan mangrove serta revitalisasi ekonomi di Bengkalis ntuk dapat melakukan pendampingan kelompak mangrove masyarakat secara terukur.
Kondisi gelombang yang besar di perairan Selat Malaka dibutuhkan Alat Pemecah Ombak (APO) berkearifan lokal pelindung tanaman mangrove serta pengelolaan ekonomi berkelanjutan sebagai representasi masyarakat terhadap manfaat hutan mangrove dapat dirasakan langsung.
Dalam hal ini juga dibutuhkan adanya kajian struktur vegetasi mangrove. Ini sejalan dengan kajian yang Keslimasy lakukan bersama Jikalahari terkait kajian dampak kualitas hutan mangrove terhadap ekologi, sosial ekonomi dan kearifan lokal masyarakat pesisir di Bengkalis.
Kesempatan ini, Iskandar menyebutkan, Keslimasy memberikan beberapa rekomendasi yakni :
Agar KLHK menyediakan anggaran untuk tindakan penyulaman terkait percepatan rehabilitasi mangrove tahun 2021 dan memastikan kegiatan rehabilitasi mangrove berlangsung dengan baik, tepat teknologi dan mencapai keberhasilan yang besar.
Terkait dengan teknologi yang tepat, KLHK harus mempertimbangkan pembangunan infrastruktur alat pemecah gelombang yang berkearifan lokal.
BRGM memfasilitasi pendampingan kelompok masyarakat dalam pengelolaan dan perlindungan kawasan mangrove berkelanjutan guna memperkuat formulasi kebijakan di tingkat tapak.
BPDAS-HL Indragiri Rokan melakukan pengawasan terhadap kegiatan implementasi rehabilitasi mangrove agar tidak lagi terjadi rehabilitasi yang "ugal-ugalan" dan "serampangan".
"Dan KPH harus bertanggung jawab terhadap kelompok masyarakat yang direkomendasikan untuk melakukan rehabilitasi, " katanya lagi.
Seyogjanya program percepatan rehabilitasi mangrove mampu ikut andil dalam melakukan perbaikan wilaya pesisir dan mengurangi laju abrasi mangrove di masa mendatang, bukan hanya sekedar memenuhi hasrat nafsu sesaat akan keterpurukan ekonomi masyarakat pesisir.
Oleh karena itu perlu adanya kolaborasi antar berbagai pihak yang berkepentingan dalam rehabilitasi mangrove agar mendapatkan hasil yang maksimal baik untuk saat ini maupun masa mendatang.**(rls)